Puisi Humor Politik
Tema ini mengandung tiga kata. Masing-masing kata memiliki
makna sendiri. Artinya, kalau masing-masing kata dipisah memiliki pengertiannya
sendiri: Puisi, Humor dan Politik. Namun ketiga kata dijadikan satu tema,
sesungguhnya sudah memiliki kelucuan tersendiri. Puisi humor sekaligus
menggelitik bukan sesuatu yang baru. Setidaknya ditahun 1970-an ada puisi jenis
itu, yang dikenal dengan istilah puisi mbeling. Dalam puisi ini kita menemukan
puisi yang ditulis secara nakal, atau mbeling dalam bahasa Jawa, namun tidak
norak, atau kasar. Malah mengandung kelucuan. Ada suasana humor, yang tidak
hanya mengudang tawa. Namun juga menghadirkan suasana getir. Tidak mudah
menulis puisi humor, apalagi penyair yang tidak terbiasa bergurau. Karena itu,
puisi humor politik seringkali berupa kritik sosial atau sindiran, yang disana
sini dimaksudkan untuk mengundang tawa bagi pembaca. Bisa jadi, yang dihasilkan
dahi berkerut ketimbang tertawa spontas. Namun, setelah memahaminya, tertawanya
muncul. Jadi, lucunya ditangkap belakangan. Selama ini, puisi yang ditulis
jenis puisi serius. Seolah, kalau ada puisi yang tidak serius dianggapnya bukan
sebagai puisi. Humor dalam puisi, agaknya, dianggap haram oleh penyair.
Seringkali ditemukan puisi yang mengundang gelak tawa ketika dibacakan, padahal
puisinya tidak bermaksud untuk lucu, melainkan menyampaikan kritik sosial.
Karena mungkin pilihan katanya, dikenali, sehingga ketika dibacakan terasa ada
humornya, misalnya puisi Negeri Haha Hihi karya K.H. Mustofa Bistri. Puisi
tidak harus selalu serius, dan serius belum tentu dalam. Malah seringkali
ditemukan puisi yang seolah serius hanya karena kalimatnya sulit dimengerti,
yang sering disebut sebagai puisi gelap. Bagi Remy Sylado, puisi gelap hanya
dimengrti oleh dua orang, pertamua penyairnya, kedua Iblis. Bagaimana kalau
puisi humor, tapi tidak menghadirkan tawa bagi pembacanya. Itulah letak
lucunya: humor tapui tidak lucu. Menggelikan bukan? Puisi humor politik yang
diberi judul ‘Kitab Omon-Omon’ menyajikan suasana humor sekaligus kritik
sosial. Namun, rasanya, bobot kritik sosialnya lebih tebal. Silahkan menikmati
puisi-puisi dalam buku ini.
